- The Leadership Pages
- Posts
- The Leadership Pages - Volume 02
The Leadership Pages - Volume 02
Revolusi Industri 4.0 telah mengubah wajah industri di seluruh dunia, dan perusahaan-perusahaan besar
Transformasi Perguruan Tinggi di Era Industri Baru
Revolusi Industri 4.0 telah mengubah wajah industri di seluruh dunia, dan perusahaan-perusahaan besar dengan gaya lama kini terancam oleh perusahaan-perusahaan baru yang lebih inovatif. Kebutuhan akan keterampilan baru seperti kecerdasan buatan, data analytics, machine learning, dan teknologi digital semakin nyata. Selain itu, keterampilan lunak terkait penyelesaian masalah kompleks, berpikir kritis, kolaborasi, dan komunikasi juga menjadi sangat dibutuhkan. Perguruan tinggi (PT) perlu siap mengimbangi laju industrialisasi ini dan mendudukkan kembali posisinya di tengah lanskap perubahan yang baru. Dengan adanya prediksi bahwa 97 juta pekerjaan baru akan muncul menggantikan 85 juta pekerjaan lama, PT harus memastikan lulusannya memiliki keterampilan dan kompetensi yang relevan dengan dunia industri.
Peran Microcredentials dalam Mendukung Kesiapan Dunia Usaha dan Industri:
Dalam menghadapi kebutuhan keterampilan baru, dunia usaha dan industri (DUDI) telah menyelenggarakan pendidikan alternatif melalui microcredentials. Microcredentials adalah bentuk sertifikasi kompetensi yang diberikan setelah mahasiswa menguasai serangkaian keterampilan, pengetahuan, dan sikap dalam waktu yang relatif singkat. Program seperti Google Career Certificates menawarkan sertifikasi hingga enam bulan untuk keahlian baru seperti analis data, IT support, dan UX designers. Survei Coursera di 11 negara menunjukkan bahwa 88 persen lulusan meyakini sertifikat profesional akan menjadi dokumen penting dalam pelamaran kerja. Pendidikan bergelar yang dilengkapi dengan non-gelar (sertifikat profesional) ini menjadi kebutuhan yang dikehendaki oleh dunia industri.
Transformasi Ekosistem Perguruan Tinggi
Dalam menghadapi perubahan ini, perguruan tinggi perlu melakukan transformasi ekosistem secara menyeluruh. Pertama, kurikulum harus diperbarui untuk menghasilkan lulusan dengan keterampilan baru yang responsif terhadap perubahan dan sesuai dengan kebutuhan industri. Selain keterampilan teknis, lulusan juga perlu memiliki pola pikir kreatif, orientasi future practice, jiwa kepemimpinan, dan integritas yang kuat.
Kolaborasi dengan Dunia Usaha Dunia Industri
Kolaborasi yang erat dengan DUDI menjadi kunci dalam mempersiapkan lulusan yang kompeten. Perguruan tinggi harus melibatkan DUDI dalam penyusunan kurikulum, menyediakan program magang bersertifikat, microcredentials, teaching industry, dan mendukung pengembangan usaha rintisan baru.
Mendorong Inovasi dan Teknopreneur Baru
Selain menghasilkan lulusan berwirausaha, perguruan tinggi juga perlu mengutamakan pengembangan teknopreneur. Teknopreneur adalah sosok yang mampu menggabungkan keterampilan teknis dan jiwa kewirausahaan untuk mendayagunakan inovasi perguruan tinggi dalam menciptakan industri baru. Transformasi ekosistem perguruan tinggi harus mencakup upaya mendorong pertumbuhan teknopreneur baru yang dapat mengurangi ketimpangan ekonomi yang ada. Di Institut Pertanian Bogor (IPB), telah dilakukan pemetaan bakat (talent mapping) yang menunjukkan minat mahasiswa baru untuk menjadi pengusaha sebesar 43 persen, profesional 41 persen, birokrat 10 persen, dan peneliti 6 persen. Untuk mendukung minat tersebut, IPB telah mengembangkan Start Up School, Young Agripreneur Camp, dan inkubator bisnis di Start Up Center IPB. Dalam skala yang lebih luas, pertumbuhan teknopreneur baru ini dapat berkontribusi dalam mengurangi kesenjangan ekonomi yang telah ada selama ini. Dengan menggabungkan inovasi perguruan tinggi dan keterampilan kewirausahaan, teknopreneur dapat menjadi pengguna inovasi serta menjadi sumber industri baru. Namun, untuk mencapai hal ini, transformasi ekosistem perguruan tinggi secara menyeluruh perlu dilakukan. Selain mengubah kurikulum untuk menghasilkan lulusan yang adaptif, inovatif, dan memiliki keterampilan baru yang sesuai dengan kebutuhan industri, juga diperlukan kolaborasi dengan dunia industri dalam penyusunan kurikulum, program magang bersertifikat, dan pengembangan usaha rintisan baru. Selain itu, transformasi riset dan inovasi juga penting. Perlu ada kerjasama antara perguruan tinggi dan dunia industri dalam melakukan riset dan mengembangkan inovasi. Pembentukan payung riset bersama, penguatan science techno park (STP), dan intensifikasi kolaborasi dalam hilirisasi inovasi melalui skema licensing, spin off, atau joint venture adalah langkah-langkah yang dapat diambil. Dalam hal ini, Program Matching Fund Kedaireka Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dapat menjadi jembatan untuk kolaborasi tersebut. Dengan menghasilkan berbagai inovasi yang menghasilkan produk substitusi impor dan mendorong ekspor, dapat membantu dalam membangkitkan sektor industri di Indonesia. Untuk berhasil melaksanakan transformasi ini, diperlukan juga terobosan dalam tata kelola perguruan tinggi yang memastikan adanya kolaborasi yang saling menguntungkan antara perguruan tinggi dan dunia industri. Dengan melakukan transformasi ini, perguruan tinggi dapat tetap berdiri tegak di tengah arus perubahan disruptif dan bahkan menjadi sumber inspirasi bagi perubahan baru yang akan datang. Jika transformasi ini tidak dilakukan, risiko yang dihadapi adalah tidak hanya kesenjangan antara perguruan tinggi dan dunia industri yang semakin besar, tetapi juga risiko "kematian" perguruan tinggi dan deindustrialisasi. Namun, jika transformasi ini dilakukan secara komprehensif, perguruan tinggi dapat tetap relevan di tengah perubahan yang terjadi dan menjadi katalisator perubahan baru.
Baca lanjutannya disini: